Sabtu, 18 Februari 2012

Ringkasan Jurnal-Jurnal

  • Judul Jurnal    : DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI HARGBAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP KINERJA INDUSTRI HASIL HUTAN KAYU ( Impact of Oil Price Subsidy Reduction Policy on Performance of Wood Products Industry )
    Pengarang     : Satria Astana
    Kelompok     : Ayu Mulyaningsih 
                         Nindy Sintya Indriani
    Ringkasan    :
   Subsidi harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dihitung sebagai selisih antara penjualan dalam negeri produk BBM dengan komponen biaya pokok pengadaan BBM. Dua komponen biaya pokok yang pertama, yaitu:
(1) biaya pengadaan minyak mentah dan bahan baku lain
(2) biaya pembelian produk BBM.
Tiga komponen biaya pokok yang lain, yaitu:
(3) biaya operasi pengadaan dan distribusi BBM,
(4)biaya operasional, dan
(5) faktor pengurang nilai produk BBM.
   Tahun Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp 50 triliun. Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.
   Kenaikan harga BBM dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya. Karena, potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya. Dan dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%).
Dampak Terhadap Kinerja Industri Hasil Hutan Kayu







   Dalam kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu olahan hilir ke kiri dari Ss0 ke Ss1. Maka harga keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dari Ps0 ke Ps1 dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun dari qs0 ke qs1.   Dalam kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dari Pp0 ke Pp1 dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun dari qp0 ke qp1.Kesimpulan yang dapat diambil adalah :    Kondisi kenaikan harga BBM dan adanya subsidi dari pemerintah menyebabkan BBM cenderung inelastis. Penyebabnya adalah keterbatasan barang substitusi dan komplementer BBM.  Bagi perusahaan industri kayu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah.
  • Judul Jurnal     : THE IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY IN EXPERIENCE GOODS MARKET (Dampak Iklan Dalam Mempengaruhi Sensitivitas Harga)
    Pengarang    : Tülin Erdem & Michael P. Keane & Baohong Sun   
    Kelompok    : Eka Agustianingsih
                           Michael Alexander
    Ringkasan    :  
     Sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan harga yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan di Chicago dan Atlanta dengan menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin banyak iklan atau aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka secara otomatis hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut. Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.Pada indikator ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat   meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen. Iklan juga dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar. Intinya iklan yang dapat menarik konsumen akan menurunkan sensitivitas harga.  
  • Judul Jurnal     : Price and Income Elasticities of Residential Water Demand (Elastisitas Harga dan Pendapatan Bagi Pemerintah Air Rumah Tangga)
    Pengarang    : Jasper Dalhuisen, Raymond Florax, Henri de Groot, dan Peter Nijkamp
    Kelompok    : Daniel Damaris
                           Prayoga Candra
    Ringkasan    :
     Tahun 2011 ada permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Hal ini terjadi karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dsb.
  • Judul Jurnal     : Price Elasticity Dynamics Over The Product Life Cycle: A Study Of Consumer Durables (Dinamika Elastisitas Harga Pada Siklus Hidup Produk : Penelitian Mengenai Pemakaian Tahan Lama)
    Pengarang    : Philip M. Parker dan Ramya Neelamegham
    Kelompok    : Candy Gloriya
                           Melvina Permatasari
    Ringkasan    :
     Berdasarkan penelitian atas pekerjaan Parker (1992) yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, sedangkan Simon (1988) mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen). Berdasarkan pengalaman yang ada, menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut. Contoh daftar barang sebagai berikut :1.    Frezeers (-22,8)2.    Kompor (-3,2)3.    Kulkas (-2,3)4.    Setrika uap (-2,2)5.    Blender (-2,2)
    Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
   Dari kelima barang tersebut yang memiliki elastisitas tertinggi adalah Frezeer. Karena Frezeer tidak mempunyai barang subtitusi, sehingga mau tidak mau konsumen menggunakan Frezeers untuk membekukan bahan makanan. Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
  • Judul Jurnal     : Economic Impact of Tourism and Globalization in Indonesia (Dampak Ekonomi Pariwisata dan Globalisasi di Indonesia)
    Pengarang    : Guntur Sugiyarto, Adam Blake, M. Thea Sinclair
    Kelompok    : Ayumei Lestari
                         Laila Margianti S
    Ringkasan     : 
   Globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia karena adanya perdagangan bebas maka pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik. Hal ini berdampak pada sisi produksi karena dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar.   Sebenarnya ini merangsang produsi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestik. Jika permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menurun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk. Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat.    Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat. Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
  • Judul Jurnal     : EMPIRICAL GENERALIZATIONS ABOUT THE IMPACT OF ADVERTISING ON PRICE SENSITIVITY AND PRICE (Studi Empiris Dampak Iklan terhadap Sensitivitas Harga)
    Pengarang    : ANIL KAUL AND DICK R. WITTINK
    Kelompok    : Christian Ramos
                            Ely Puji Setianingsih
                          Widya Mauretia
                                                      Ringkasan    :
Ada tiga pengaruh iklan terhadap harga dan sensitivitas harga konsumen :
1.    Kenaikan  harga iklan berpengaruh pada sensitivitas harga yang lebih tinggi Pengaruh ini terjadi pada saat iklan yang menyantumkan harga dalam iklannya akan meningkatkan sensitivitas harga dan harga konsumen.
2.    Penggunaan iklan harga mengarahkan ke harga sensitivitas turun
Sensitivitas harga turun pada saat iklan yang ditampilkan adalah iklan lokal, artinya hanya ada dalam suatu daerah tertentu dan hal ini akan mengakibatkan sensitivitas harga menjadi turun.
3.    Peningkatan iklan nonharga mengarahkan untuk menurunkan sensitivitas harga
   Pengaruh ini terjadi pada saat iklan yang tidak mencantumkan harga dalam iklannya akan mengakibatkan sensitivitas harga menurun.
Respon konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya jumlah produk terhadap potongan harga yg ada pada produk tersebut. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.
   Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Namun lain halnya bagi masyarakat menengah keatas yang mempunyai persepsi sendiri tentang harga, dan anggapan bahwa harga yang mahal mengidentifikasikan kualitas dari produk tersebut.
   Jika sebuah merek memiliki pencitraan  yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien  pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut.
Pengaruh iklan pada elastisitas konsumen dalam memberi barang, berikut kurvanya:
   Berdasarkan grafik diatas angka menunjukan rating sebuah iklan. Semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi, hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan semakin tinggi.
  • Judul Jurnal     : Regional Differences in the Price-Elasticity of Demand for Energy (Elastisitas Harga pada Permintaan Energi)
    Pengarang    : M.A Bernstein and J. Griffin
    Kelompok    : Sigit Satria
                           Dewi Mayangsari
    Ringkasan    :
   Departement of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan; gas alam; dan listrik industri guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan : mengganti secara total, mencari substitusinya, dan  meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand. Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer. Untuk kasus ini jika harga listrik naik :1.    Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.2.    Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastis karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.
  • Judul Jurnal     : Are Life Insurance Demand Determinants Valid for Selcted Asian Economies and India? (Permintaan Asuransi Jiwa di India)
    Pengarang    : Subir Sen & Dr. S. Madheswaran
    Kelompok     : Ananggadipa Abimantra
                            Sidik Nurfajri
    Ringkasan    :
Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rrendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi.Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.Dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastic, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.
  • Judul Jurnal     : Playing With Fire : Cirarettes, Taxes and Competition From The Internet (Rokok, Pajak, dan Persaingan dari Internet)
    Pengarang    : Austan Goolsbee dan Joel Slemrod
    Kelompok    : Amanda DJ
                           Filona
    Ringkasan    :
   Pada peneltian sebelumnya para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis sehingga menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini. Dengan adanya internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.   Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tidak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.
  • Judul Jurnal     : The Relative Importance of Price and Quality in  Consumer Choice of Provider:  The Case of Egypt (Pentingnya Relatif Harga & Kualitas Pilihan Penyedia Layanan      Konsumen, Kasus : Mesir)
    Pengarang    : Winnie C. Yip, Aniceto Orbeta
    Kelompok    : Andisa Rahmi
                            Meita Putri
    Ringkasan    :
   Hipotesa dari kasus yang ada di Mesir adalah, masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi. Jika pemasok melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sedangkan, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga.   Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.   Pada jurnal ini ada hipotesa proporsi relative bawha sektor swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sector publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih responsive pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sector kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.   Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas, ini dikarenakan ada dua golongan income masyarakat, seperti dijelaskan dibawah ini.   Jika sektor publik ingin dapat bersaing dengan sektor swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sektor swasta. 
  • Judul Jurnal     : Long Term Fuel Price Elasticiy : Effects on Mobility Tool Ownership and Residential Location Choice (Jangka Panjang Elastisitas Harga Bahan Bakar : Dampak Perusahaan Kendaraan dan Bahan Bakar di Swiss)
    Pengarang    : Alexander Erath
    Kelompok    : Benyamin L
                           Francisa Carindi
                                       Ringkasan    :
   Efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Berikut adalah hasil dari penelitian yang dilakukan :
Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan
Hasil à dengan naiknya harga bbm, masyarakat akan mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.
Harga Bahan Bakar di Wilayah Tertentu
Hasil à ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan, yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda
Hasil à di 2 wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi  karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Dengan demikian, efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam  biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel.
   Untuk jangka panjang, elastisitas harga BBM berkisar antara -0,14 sampai dengan -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel. Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.
  • Judul Jurnal     : Estimating the Effect of Urban Density on Fuel Demand (Estimasi Dampak Urbanisasi Terhadap Bahan Bakar)
    Pengarang    : Niovi Karathodorou, Daniel J. Graham & Robert B. Noland
    Kelompok     : Sartika
                            Dara Feri
    Ringkasan     :
   Penelitian ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar dari eropa, Canada, asia, Australia dan amerika. Jurnal ini menjelaskan tentang mengevaluasi bagaimana kepadatan jumlah penduduk di perkotaan  dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsumsi per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai  -0.35. Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastic, fenomena di kota yang terjadi, karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.  Kesimpulan yang dapat diambil adalah :  Harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil. 
  • Judul Jurnal     : Determinants of Indonesian Palm Oil Export: Price and Income Elasticity Estimation (Ekspor Kelapa Sawit : Estimasi Harga dan Elastisitas Pendapatan)
    Pengarang    : Ambiyah Abdullah
    Kelompok    : Abdul Halim
                           Febriana Puspitasari                                              
    Ringkasan    :
   Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor sehingga elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan lahan di Indonesia lebih luas dan memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit dengan kapasitas lebih banyak.   Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastic baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, mentega, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia.   Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng local. Untuk kebijakan domestik dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia.Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan. Sedangkan inelastis pada minyak sawit terjadi karena:1.    Efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar2.    Pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak
  • Judul Jurnal     : THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A    SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD (Dampak Harga Bahan Makanan Terhadap Tingkat Konsumsi)
    Pengarang    : Tatiana Andreyeva, PhD, Michael W. Long, MPH, and Kelly D. Brownell,PhD
    Kelompok    : Aqilah shalihatulhayah
                           Noviana Pratiwi
    Ringkasan :
    Penelitian ini bertujuan untuk memberkan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat.Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi,31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.Dalam menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.    Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.    Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastic.   
  • Judul Jurnal     : Trade Liberalization and Labor Demand Elasticity in Indian Manufacturing (Perdagangan Bebas dan Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja pada Manufaktur India)
    Pengarang    : Bishwanath Goldar
    Kelompok    : Dian Febrianto
                  Mutya Gabriela
                                               Ringkasan    :
    Elastisitas permintaan tenaga kerja di industri pascareformasi lebih rendah dalam hal ini ialah minimumnya lapangan pekerjaan yang tidak dapat meresap semua labor maka dari itu tingkat labor mengalami kenaikan pada masa pascareformasi. Hal ini disebabkan karena ukuran yang signifikan untuk liberalisasi perdagangan dan melemahnya kekuasaan serikat buruh.  Liberalisasi perdagangan menunjukan efek positif terhadap elastisitas permintaan tenaga kerja tetapi jika dilihat berdasarkan fungsi kerja, hal itu tidak menunjukan peningkatan elastisitas permintaan tenaga kerja pada masa pasca-reformasi dibandingkan dengan periode sebelum reformasi. Liberalisasi perdagangan juga dapat menyebabkan penurunan pangsa biaya tenaga kerja karena barang produksi yg setengah jadi atau belum dirakit produk dapat diimpor oleh perusahaan industri untuk digunakan dalam proses produksi bukan manufaktur dari tahap bahan baku, dan ini dapat menetralisir efek peningkatan elastisitas substitusi antara input dan elastisitas harga meningkatnya permintaan untuk produk-produk dari perusahaan industri dalam negeri.   Dengan demikian, liberalisasi perdagangan meningkatkan elastisitas permintaan tenaga kerja. liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu untuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yang mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya tren penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.   Jadi, Perdagangan bebas dan permintaan tenaga kerja di Industry india bersifat elastis  karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penunan  

Tugas tanggal 16 Februari 2012
Dosen : Dr. Prihantoro