Sejarah perekonomian Indonesia dibagi dalam beberapa periode, ada yang membaginya menjadi lima periode yaitu zaman permerintahan Orde Lama (1950-1996), pemerintahan Orde Baru (1966-Mei 1998), pemerintahan transisi (Mei 1998-November 1999), pemerintahan Gus Dur (2000-2001), dan pemerintahan Megawati (2001 sampai sekarang) (Dr. Tulus T.H. Tambunan). Ada juga yang membaginya menjadi empat periode. Pertama, kondisi awal perekonomian Indonesia (1945-1957). Kedua, perdebatan sistem perekonomian Indonesia. Ketiga adalah perkembangan sektor industri Indonesia. Keempat, perekonomian di era demokrasi terpimpin. Dari berbagai macam pendapatan tentang pembagian periode perkembangan sejarah perekonomian Indonesia, dalam tulisan ini saya akan membahas sejarah perekonomian Indonesia pada awal kemerdekaan yaitu tahun 1945-1955.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia mencoba untuk mulai membangun pemerintahan sendiri tapi hal itu tidak penuh halangan dan masalah. Awal kemerdekaan Indonesia dilanda gejolak politik hal ini membawa pengaruh pada perekonomian Negara. Akibatnya perkonomian di Indonesia sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hampir 7% selama dekade 1950-an.
1945-1955, ekonomi Indonesia mulai dibangun berdasarkan ekonomi sosialis berorientasi Eropa yang benihnya ditanam oleh Wakil Presiden Bung Hatta, inilah yang melandasi UUD 45 pada pasal 33, 27, 21 dan 22 yang mengatur perekonomian kita. Hal Ini adalah fakta sejarah.
kondisi awal perekonomian Indonesia
Mengelola bangsa yang masih baru tentu bukan hal yang mudah. Berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan politik tumpah ruah dalam satu waktu. Perekonomian carut marut akibat perang melawan Jepang dan Belanda. Kebijakan ekonomi praktis sulit dilakukan pada awal kemerdekaan, karena tekanan dari pemerintahan Belanda yang melakukan agresi militer di Indonesia (Soesatro dan Budiman, 2005). Kebijakan ekonomi pada empat tahun pertama Indonesia dilakukan untuk menunjang kepentingan perang dan diplomasi internasional Indonesia. Salah kebijakan ekonomi Indonesia yang dilakukan Indonesia adalah penjualan candu ke luar negeri (Anwar, 2009). Indonesia memerlukan dana untuk membiyai berbagai perundingan internasional dan peralatan perang Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh Bung Hatta adalah menjual candu ke pasar internasional (Anwar, 2009). Melalui penjualan candu inilah Indonesia dapat mengisi cadangan devisa kali pertama.
Pasca agresi militer Belanda, Indonesia pun dihadapi oleh berbagai persoalan ekonomi. Sesuai hasil keputusan KMB, Indonesia harus membayar utang Belanda sebesar US $ 1,1 Miliar. Pembayaran utang itu tentu memberatkan keuangan negara yang saat itu masih sangat minim. Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada tingginya tingkat inflasi. Pada tahun 1951, inflasi Indonesia mencapai 65%. Inflasi tersebut bersifat demand pull, yang diakibatkan oleh korean boom (meningkatnya permintaan beberapa komoditas akibat perang Korea). Inflasi ini coba diperangi dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan membuka keran import seperti yang dilakukan oleh Sumitro Djojohadikusumo (saat itu menjabat menteri keuangan). Keadaan sedikit membaik pada 1957, dimana inflasi berhasil ditekan hingga mencapai 5% dan PDB meningkat 20% dibandingkan tahun 1951.
a. Masalah yang dihadapi tahun 1945 – 1955
1) Rusaknya prasarana-prasarana ekonomi akibat perang
2) Blokade laut oleh Belanda sejak Nopember 1946 sehingga kegiatan ekonomi ekspor-impor terhenti.
3) Agresi Belanda I tahun 1947 dan Agresi belanda II tahun 1948.
4) Dimasyarakat masih beredar mata uang rupiah Jepang sebanyak 4 miliar rupiah (nilainya rendah sekali). Pemerintah RI mengeluarkan mata uang “ORI” pada bulan Oktober 1946 dan rupiah Jepang diganti/ ditarik dengan nilai tukar Rp 100 (Jepang) = Rp 1 (ORI).
5) Pengeluaran yang besar untuk keperluan tentara, menghadapi Agresi Belanda dan perang gerilya. (Suroso, 1994).
6) Silih bergantinya kabinet karena pergolakan politik dalam negeri.
7) Defisit APBN yang terus meningkat yang ditutup dengan mencetak uang baru.
8) Tingkat produksi yang merosot sampai 60% (1952), 80% (1953) dibandingkan produksi tahun 1938.
b. Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Memang sebelum pemerintahan Soeharto, Indonesia telah memiliki empat dokumenn perencanaan pembangunan, yakni :
1) Rencana dari Panitia Siasat Pembangunan Ekonomi yang diketuai Muhammad Hatta (1947).
2) Rencana Urgensi Perekonomian (1951) yang diusulkan oleh Soemitro Djojokusumo.
3) Rencana Juanda (1955) Rencana Pembangunan Lima Tahun I meliputi kurun waktu 1956-1960.
4) Rencana Delapan tahun “Pembangunan Nasuional Semesta Berencana” pada masa demokrasi terpimpin ala Soekarno (Didin S. Damanhuri,…..)
Mengingat situasi keamanan (Agresi Belanda 1947, 1948, pemberontakan PKI di Madiun 1948) dan silih bergantinya kabinet maka tidak dimungkinkan adanya program kebijaksanaan yang bisa dijalankan secara konsisten dan dan berkesinambungan. Antara tahun 1949-1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet (yang rata-rata berumur 14 bulan) sehingga cukup sulit menilai program ekonomi apa yang telah berhasil diterapkan masing-masing. (Mubyarto, 1988).
Pada awal tahun 50-an kebijaksanaan moneter di negara ini cenderung bersifat konservatif (jumlah uang yang beredar tumbuh dengan mantap, tetapi terkendalikan dengan laju 22 % per tahun antara 1951 – 1956). Kemudian selama tahun-tahun terakhir dasawarsa 50-an jumlah uang yang beredar tumbuh dengan lebih cepat antara 1956 – 1960). Kebijaksanaan moneter selanjutnya semakin terkesan sebagai hasil sampingan dari dunia politik dan dari kebutuhan untuk membiayai defisit APBN yang semakin membesar (Stephen Grenville dalam Anne Booth dan Peter Mc Cawley, ed., 1990).
Referensi :
Tambunan, Tulus T.H. (2001), Perekonomian Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar Anda :