Minggu, 27 November 2011

ANALISIS JURNAL



 ANALISIS JURNAL
1.       Judul                                   : ANALISIS GEOGRAFI KONSENTRASI INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT
2.       Pengarang                          : Bagja Waluya ; Citra Adhitya
3.       Tahun                                  : 2009
4.       Tema                                   : Industri Kulit Ternak
5.       Latar Belakang Masalah    :
Perindustrian di suatu daerah dapat dianalisis secara geografis dan mempunyai pola persebaran yang dipengaruhi oleh faktor lokasi yang meliputi wilayah bahan mentah, pasaran, sumber suplai tenaga kerja, wilayah bahan bakar (tenaga, jalur transportasi serta penjaluran atau zoning kota.
Kegiatan sektor industri di Kabupaten Garut sangat beraneka ragam. Industri kulit merupakan industri dengan jumlah terbesar di Kabupaten Garut. Selain itu industri ini merupakan sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan sektor lainnya. Walau demikian, keberadaannya cenderung terkonsentrasi di Kecamatan Garut Kota dan Karangpawitan. Menurut Weber dalam Kuncoro (2001:2) bahwa “konsentrasi industri muncul terutama untuk minimisasi biaya transport atau biaya produksi”. Itulah yang menjadi latar belakang penulisan jurnal ini.
6.       Metodelogi                      :
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan literatur. Sampel penelitian terdiri dari 20 pengusaha, 75 tenaga kerja, dan 100 diambil dari masyarakat yang bukan pengrajin kulit.
      Tahap pengolahan dan analisis data meliputi dua tahap yaitu tahap analisis kualitatif dan kuantitatif. Untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden dan fenomena di lapangan digunakan persentase dan uji korelasi. Sedangkan pola konsentrasi industri kulit di Kabupaten Garut dikaji dengan menggunakan analisa tetangga terdekat.
7.       Hasil dan Analisis            :
a.      Hubungan ketersediaan bahan baku dengan faktor lokasi industri
Daerah sumber bahan baku utama bagi industri barang kerajinan kulit yaitu Sukaregang yang merupakan salah satu daerah di Kelurahan Kota Wetan, Kecamatan Garut Kota. Sukaregang ini merupakan pusat bahan baku baru kulit yang sudah mengalami penyamakan. Dan daerah daerah lokasi industri barang kerajinan kulit sebagian besar ada di Sukaregang, Kelurahan Kota Wetan juga. Hal ini disebabkan karena Sukaregang merupakan daerah sumber bahan baku dan pemasok terbesar dalam industri kulit di Garut. Sedangkan kekurangan bahan baku di daerah lainnya dipasok dari luar kota seperti Jakarta, Tanggerang, dan Bekasi. Semakin dekat lokasi industri dengan daerah sumber bahan baku maka ketersediaan bahan baku semakin banyak. Dekatnya jarak antara daerah sumber bahan baku dan lokasi industri bertujuan untuk menekan biaya pengambilan bahan baku.
b.   Hubungan Ketersediaan Tenaga Kerja dengan Faktor Lokasi Industri
Pada umumnya tenaga kerja berasal dari desa yang sama dengan lokasi industri atau desa lain yang berdekatan dengan lokasi industri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar tenaga kerja berasal dari daerah sekitar dimana lokasi industri kerajinan kulit berada, yaitu Sukaregang. Adapula tenaga kerja yang berasal dari desa lain seperti Suci, Cimasuk, dan Lebak Agung. Banyaknya tenaga kerja serta upah tenaga kerja yang murah dapat memicu suatu industri didirikan di daerah tersebut.
c.   Hubungan Daerah Pemasaran dengan Faktor Lokasi Industri
barang kerajinan kulit yang sudah diproduksi kemudian dipasarkan. Lokasi pemasaran yang dekat bisa bisa saja menjadi bahan pertimbangan bagi seorang pengusaha untuk mendirikan industry di daerah tersebut. Sebagian besar daerah pemasarannya masih bersifat lokal dan regional, yaitu dipasarkan di took-toko kerajinan kulit yang ada disepanjang jalan Sukaregang maupun dengan melakukan pengiriman ke kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa. Sedangkan pemasaran yang dilakukan pada skala nasional maupun internasional masih terbatas.
Jangkauan pemasaran lebih didominasi oleh banyaknya permintaan yang mempengaruhi luasnya daerah pemasaran. Untuk menghindari banyaknya rantai pemasaran maka pemasaran dilakukan langsung oleh pemborong atau distributor yang berasal dari berbagai kota.
8.       Kesimpulan dan rekomendasi :
Kesimpulan
Konsentrasi industri kulit di Garut terjadi di Desa Sukaregang. Adanya konsentrasi itu dikarenakan Desa Sukaregang , Kelurahan Kota Wetan merupakan pusat penyamakan kulit terbesar di Kabupaten Garut dan mempunyai ketersediaan bahan baku yang lebih banyak dibandingkan dengan Desa Karangmulya maupun Lebak Agung.
Selain faktor bahan baku, terdapat faktor geografis lainnya yang menentukan lokasi industri di Kabupaten Garut seperti tenaga kerja dan pemasaran. Pada umumnya tenaga kerja berasal dari lingkungan sekitar dimana industri itu didirikan. Banyaknya tenaga kerja serta upah tenaga kerja yang murah dapat memacu suatu industri didirikan di daerah tersebut. Ketersediaan tenaga kerja pada umumnya dipengaruhi oleh banyaknya permintaan produk di pasaran.
Pemasaran produk kerajinan kulit pada umumnya dipasarkan ke kota-kota di luar provinsi. Bahkan ada sebagian pengusaha kerajinan kulit yang telah berhasil memasarkan produknya ke pasaran internasional.
Rekomendasi
1.      Jurnal penelitian ini cukup baik dan informatif tetapi sebaiknya dalam tahap pengolahan data kuntitatifnya menggunakan model matematis agar lebih akurat dan mudah dipahami.
2.      Dalam hasil dan analisis, penulis sudah menjelaskan dengan detail hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri dengan mendeskripsikannya, tetapi akan lebih mudah dan menarik bila disajikan dengan grafik pula.  
Sumber : 

 Teori Ekonomi 1 (SMAK04)
Materi : Kulit

Minggu, 06 November 2011

Komoditas Kulit Hewan di Indonesia

      Pemanfaatan kulit hewan untuk kepentingan manusia berjalan searah dengan perkembangan peradaban manusia. Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit sapi, kambing, dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis, kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak.
  1. Permintaan dan Penawaran Kulit Sapi dan Kambing
    Kebutuhan kulit di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri kulit di tanah air. Meski banyak alternatif kulit hewan dipasaran untuk dijadikan bahan baku produk, kulit kambing dan domba masih menduduki peringkat permintaan tertinggi. Kualitas prima menjadi alasan utama kulit itu diminati. Tak hanya pasar dalam negeri, permintaan dari luar negeri terus berdatangan. Bahkan, dari negara-negara di Eropa dan Amerika.
     Banyaknya permintaan kulit hewan ini digunakan untuk industri seperti jaket, sepatu, tas, dan kerajinan tangan. Untuk mendapatkan bahan baku biasanya pengusaha langsung datang ke tempat pemotongan hewan atau sejenisnya. Pengusaha biasanya membeli dalam jumlah yang banyak, tapi terkadang dalam mencari bahan baku pengusaha mendapat kesulitan yaitu sulitnya mendapatkan bahan baku yang baik dan bermutu. Tapi hal tersebut dapat diatasi dengan memperluas area untuk mendapatkan bahan baku tersebut.
   Harga kulit hewan ini bervariasi sesuai dengan mutu dari kulit tersebut. Biasanya penawaran dan permintaan kulit hewan seperti domba, kambing, sapi, dan kerbau meningkat saat Hari Raya Idul Adha. Banyaknya hewan kurban yang disembelih pada saat Hari Raya Idul Adha tahun ini membuat kulit hewan kurban banyak diburu. Dalam satu lembar kulit kambing penjual menghargainya berkisar antara Rp 35.000,- sampai Rp 45.000,-. Sedangkan untuk harga kulit sapi penjual menghargainya antara Rp 11.000,- sampai Rp 12.000,- setiap per kilogramnya. Setiap Idul Adha rata-rata penjual bisa memperoleh 2000 sampai dengan 3000 lembar kulit, baik kulit kambing maupun kulit sapi. 
     Sebelum diolah menjadi bahan industri atau kerajinan, kulit harus melalui proses pengawetan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan struktur dan keadaan kulit, untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang relatif lama, dan agar kulit dapat dikelompokan menurut besar dan kualitasnya. Dan proses pengawetannya dapat dengan bermacam cara, seperti penggaraman dan pemakaian zat kimia.
      2. Potensi dan Karakteristik Bisnis Kulit di Indonesia

     Potensi bisnis kulit di Indonesia masih sangat besar, hal ini disebabkan masih sedikitnya industri besar yang mengolah secara intensif. Kalaupun ada kapasitasnya belum mampu memenuhi permintaan pasar. Sebagai contoh industri kulit hanya mampu menghasilkan 350.000.000 sqft/tahun sedangkan permintaan untuk industri alas kaki maupun untuk barang jadi sebesar 673.000.000 sqft/tahun sehingga setiap tahunnya terjadi kekurangan 323.000.000 sqft. Selain masih sedikitnya industri besar yang mengolah secara intensif bisnis ini, sulitnya bahan baku menjadi faktor masih besarnya peluang bisnis ini.
     Secara umum karakteristik industri kulit dan produk kulit ini antara lain sebagai berikut :
  • Padat Karya, bahwa industri kulit dan produk kulit memerlukan tenaga kerja terampil dan ahli dari perkulitan
  • Padat Modal, artinya bahwa dalam pendirian industri kulit dan produk kulit memerlukan modal yang cukup besar untuk pembelian mesin-tenaga, tanah, dan SDM yang ahli dalam perkulitan
  • Padat Teknologi, artinya bahwa dalam proses produksinya kulit dan produk kulit memerlukan beberapa tahapan seperti dalam proses penyamakan, proses pewarnaan, proses penghalusan, dan proses dalam finishing yang kesemuanya merupakan tahapan yang menggunakan teknologi
  • Industri kulit dan produk kulit termasuk industri yang tidak ramah lingkungan, terutama dampak lingkungan yang disebabkan dalam proses penyamakan menjadi kulit jadi. Dimana prosesnya menggunakan bahan baku kimia yang cukup berbahaya
  • Dilihat dari karakternya kapasitas industri kulit dan produksi kulit terdiri dari industri kecil, industri menengah, dan besar. Untuk kapasitas produksi IKM rata-rata sebesar 250.000 sqft per tahun sedangkan industri besar rata-rata sebesar 20.000.000 sqft per tahun.
Sumber :
  1. Karakteristik Industri Kulit di Indonesia
  2. Teknologi Pengawetan dan Pengolahan Kulit
  3. Kulit Domba dan Kambing Jadi Primadona
  4. Pengepul Kulit Meningkat
Mata Kuliah Teori Ekonomi 1 - SMAK04 Dr. Prihantoro
Kelompok 15 : Ely Puji Setianingsih & Ayu Mulyaningsih

Jumat, 04 November 2011

Price Ceiling and Price Floor

  • Price Ceiling 
Batas harga tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah akan menimbulkan kekurangan (shortage). Hal ini disebabkan oleh jumlah barang yang ditawarkan (supply) lebih sedikit dari jumlah barang yang diminta (demand) Qs<Qd, contohnya pada kurva diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya price ceiling maka barang yang ditawarkan sebanyak 100 sedangkan yang diminta sebanyak 190 maka terjadi kekurangan karena jumlah barang yang ditawarkan kurang 90 unit dari yang diminta yaitu 190 unit.
Dengan batas harga tertinggi, pedagang  cenderung untuk lebih sedikit menawarkan barangnya karena harganya di bawah harga keseimbangan pasar jadi ia tidak mendapatkan keuntungan yang lebih besar atau bahkan bisa tidak mendapat untung sama sekali atau rugi. Sedangkan dari sisi permintaan yaitu konsumen (masyarakat) cenderung akan lebih meningkat jumlah permintaannya karena harga yang ditawarkan lebih rendah dari harga keseimbangan pasar.
Kekurangan yang ditimbulkan oleh price ceiling dapat menimbulkan kelangkaan karena jumlah permintaan lebih banyak dari jumlah penawaran. Jika hal ini tidak diatasi dapat menyebabkan munculnya pasar gelap (black market). Tetapi, price ceiling juga bermanfaat untuk menjaga harga tidak terus melambung tinggi, sehingga konsumen tidak kehilangan daya beli. Dari price ceiling ini juga akan memungkinkan terjadinya impor barang dari luar negeri  karena kurangnya pasokan barang dalam negeri.
Setelah menjelaskan batas harga maksimum, kini saya akan menjelaskan batas harga terendah.
  •   Price Floor
Batas harga terendah (price floor) berbanding terbalik dengan price ceiling. Jika price ceiling menimbulkan kekurangan, price floor justru menimbulkan kelebihan (surplus). Hal ini disebabkan oleh jumlah barang yang ditawarkan (supply) lebih banyak dari jumlah barang yang diminta (demand) Qs>Qd, contohnya pada kurva diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya price floor maka barang yang ditawarkan sebanyak 180 sedangkan yang diminta sebanyak 90 maka terjadi kelebihan 90 unit barang yang ditawarkan dari yang diminta.
Dengan batas harga terendah, pedagang cenderung untuk lebih banyak menawarkan barangnya karena harganya di atas harga keseimbangan pasar jadi ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sedangkan dari sisi permintaan yaitu konsumen (masyarakat) cenderung akan lebih sedikit melakukan permintaan karena harga yang ditawarkan lebih tinggi dari harga keseimbangan pasar.
Jadi, yang ditimbulkan oleh price floor adalah kelebihan karena jumlah permintaan lebih sedikit dari jumlah penawaran. Jika hal ini tidak diatasi dapat menyebabkan penumpukan barang dan rusaknya harga barang tersebut. Price floor bermanfaat bagi produsen agar melindungi produsen dari kerugian jadi ditentukan batas eceran minimumnya. Dari price floor ini juga akan memungkinkan terjadinya ekspor barang dari dalam negeri  karena lebihnya pasokan barang dalam negeri.

Mata Kuliah Teori Ekonomi 1 - SMAK04 Dr. Prihantoro

Pergeseran Kurva Penawaran (Shifting of Supply Curve)

       Kurva penawaran dapat bergeser ke kiri atas atau ke kanan bawah. Pergeseran ini sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhinya selain harga barang itu sendiri. Seperti pada kasus gambar di bawah ini :

       Kali ini saya akan menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurva penawaran di atas.
  • Harga dari sumber daya yang terkait (Prices of relevant resources) 
        Pengaruh dari harga sumber daya yang terkait adalah, jika harga barang-barang penyusun barang tersebut mengalami kenaikan maka dengan biaya produksi yang tetap akan menghasilkan jumlah barang yang lebih sedikit. Hal ini terjadi pada kurva sebelah kanan (b), S1 menunjukan pada saat harga 25 biasanya dapat diproduksi barang sebanyak 600 unit, tetapi dengan adanya pengaruh kenaikan harga sumber daya yang terkait maka S1 bergeser ke kiri atas menjadi S2 dengan biaya yang sama tapi jumlah barang yang dihasilkan turun menjadi 300.
       Hal ini juga berlaku kebalikan pada kurva (a), jika harga dari sumber daya yang terkait mengalami penurunan maka dengan biaya yang sama akan menghasilkan jumlah barang yang lebih banyak, kurva bergeser ke kanan bawah.
       Selain harga dari sumber daya yang membentuk barang tersebut, harga barang subsitusi (pengganti) dan barang komplementer (pelengkap) juga dapat mempengaruhi kurva penawaran. Jika harga barang pengganti naik maka jumlah barang yang ditawarkan akan naik pula. Contohnya, jika harga parfum impor sebagai barang pengganti parfum lokal naik maka konsumen akan beralih ke parfum lokal sehingga jumlah penawaran parfum lokal meningkat. Hal ini terjadi pada kurva (a), kurva bergeser ke arah kanan bawah dengan harga yang sama terjadi peningkatan jumlah barang yang ditawarkan. Dan berlaku kebalikannya pada kurva (b).
       Sedangkan pengaruh harga barang komplementer adalah, jika harga barang komplementer naik maka akan menggeser kurva ke kiri atas kurva (b). Karena jika harga barang pelengkap naik maka produsen akan mengurangi jumlah barang yang ia tawarkan karena efek sedikitnya permintaan. Hal ini juga berlaku berkebalikan pada kurva (a).
  • Teknologi (Technology)
       Pengaruh tingkat teknologi dalam kurva permintaan adalah, jika tingkat teknologi yang digunakan semakin tinggi dan canggih maka dapat mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas, meningkatkan mutu barang, dan menciptakan barang-barang baru.
       Jadi, jika teknologi yang digunakan semakin tinggi dan canggih, maka jumlah barang yang ditawarkan akan semakin banyak. Seperti yang ditunjukan kurva sebelah kiri (a), kurva bergeser ke kanan bawah dari S1 ke S2. Pada S1, kurva menunjukan harga (P1) 25 dan kuantitas barang (Q1) 600. Sedangkan pada S2, dengan harga tetap yaitu 25 tetapi kuantitas barang (Q2) naik menjadi 900. Dengan adanya peningkatan teknologi yang digunakan, maka dalam biaya yang sama atau tetap jumlah barang yang dihasilkan akan naik atau bertambah. Hal ini juga berlaku kebalikannya, jika teknologi yang digunakan kurang canggih maka dalam biaya yang sama dapat membuat jumlah barang yang dihasilkan akan lebih sedikit, contohnya kurva sebelah kanan (b).
  • Jumlah pedagang (Number of sellers)
       Meningkatnya jumlah pedagang akan membuat kurva penawaran agregat bergeser ke kanan bawah, karena dalam kondisi tersebut jumlah barang yang ditawarkan semakin banyak. Hal ini terjadi pada kurva (a), pada S1 saat P1 adalah 25 dan Q1 adalah 600, dengan adanya peningkatan jumlah pedagang akan membuat kurva bergeser ke kanan bawah karena jumlah barang yang ditawarkan akan meningkat yaitu menjadi 900.
       Hal ini berkebalikan juga pada kurva (b), jika terjadi penurunan jumlah pedagang maka akan menurunkan jumlah barang yang tersedia dan akan menggeser kurva ke kiri atas.
  • Dugaan harga masa yang akan datang (Expectation of future prices)
       Pengaruh dugaan harga masa yang akan datang pada kurva penawaran adalah, jika dugaan harga yang akan datang naik maka supplier akan cenderung menahan barang dan menawarkan jumlah barang yang lebih sedikit kemudian akan menjualnya pada saat harga naik dengan tujuan mendapat keuntungan yang lebih besar. Hal ini terjadi pada kurva (b), dengan harga yang sama karena adanya dugaan harga di masa yang akan datang naik maka jumlah barang yang ditawarkan lebih sedikit.
       Sedangkan jika dugaan harga yang akan datang turun, maka supplier akan cenderung menawarkan lebih banyak barang. Hal ini terjadi pada kurva (a).
  • Pajak dan subsidi (Taxes and subsidies)
       Pajak dan subsidi dapat mempengaruhi kurva penawaran pula, dalam kasus di atas pergeseran kurva tidak merubah harganya tetapi hanya merubah kuantitas barangnya. Pajak dan subsidi yang mempengaruhi jumlah barang dan bukan harga barang adalah pajak dan subsidi spesifik, karena dibebankan pada setiap unit barang bukan berdasarkan persentase tertentu dari harga jual.
       Pajak spesifik dibebankan pada setiap unit barang yang dihasilkan dan menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kiri atas seperti pada kurva (b) sejajar dengan kurva penawaran sebelum pajak yaitu S1 dan kemiringannya tetap artinya harga tetap tapi jumlah barang yang ditawarkan bergeser.
       Sedangkan, pengaruh subsidi spesifik menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kanan bawah sejajar dengan kurva penawaran sebelum subsidi, artinya kemiringan tetap. Hal ini terjadi pada kurva (a), dengan biaya tetap karena adanya subsidi maka jumlah barang yang akan dihasilkan akan lebih banyak dari pada sebelum adanya subsidi.
       Jadi, kesimpulannya adanya pajak menggeser kurva permintaan ke kiri sedangkan subsidi menggeser kurva ke kanan.
  • Pembatasan pemerintah (Government restrictions)
       Pembatasan oleh pemerintah dapat berupa pembatasan  jumlah produksi, impor, pemberian kredit, dan pembatasan harga tertinggi dan terendah. Jika pemerintah memberlakukan kebijakan penurunan jumlah barang yang boleh di produksi, penurunan pembatasan pemberian kredit, dan melakukan pembatasan harga tertinggi maka jumlah barang yang akan ditawarkan akan menurun pula. Dengan adanya penurunan pembatasan jumlah barang yang diproduksi maka produsen akan mengurangi jumlah barang yang akan ia tawarkan. Dan penurunan pembatasan pemberian kredit juga akan otomatis menurunkan jumlah barang yang ditawarkan karena modal yang tersedia lebih sedikit maka jumlah yang dihasilkan pun sedikit. Sedangkan penetapan harga tertinggi cenderung mengurangi penawaran karena harganya di bawah harga keseimbangan pasar sehingga keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Ketiga hal tersebut akan menggeser kurva ke arah kiri atas kurva (b), yaitu penurunan jumlah barang yang ditawarkan.
       Sedangkan jika pemerintah memberlakukan kebijakan peningkatan batas jumlah barang yang boleh di produksi, peningkatan pembatasan pemberian kredit, dan melakukan pembatasan harga terendah maka akan membuat jumlah barang yang ditawarkan akan meningkat dan kurva bergeser ke arah kanan bawah seperti yang ditunjukan pada kurva (a).

Mata Kuliah Teori Ekonomi 1-SMAK04 Dr. Prihantoro